“Bagi kita orang Islam, tak ada sosialisme atau rupa-rupa ‘isme’ lainnya, yang lebih baik, lebih indah dan lebih mulus, selain dari sosialisme yang berdasar Islam”. (H.O.S Cokroaminoto, 1924)

Buku HOS COKROAMINOTO, "ISLAM dan SOSIALISME". Dok. Makassardaily. 

"Guru Bangsa," itulah julukannya. Rumahnya di Gang Peneleh, Surabaya, bukan hanya sekadar tempat kos bagi anak-anak muda saat itu. Rumahnya adalah habitat intelektual bagi calon-calon pemikir dan penggerak kemerdekaan. Soekarno dengan pemikiran Nasionalisme Indonesia, Kartosuwiryo dengan cita-cita Negara Islam Indonesia, dan Muso, Alimin, serta Semaun dengan ideologi komunisme sebagai jalan pembebasan. Rumah itu hidup dengan anak muda yang berdiskusi tentang bagaimana mereka membayangkan Indonesia di masa depan, merdeka dari kolonialisme Belanda. Rumah itu juga ramai dikunjungi oleh para aktivis dan ulama perintis awal kemerdekaan untuk rapat, berdiskusi, atau pun sekadar membaca buku. Rumah itu adalah milik pemimpin besar Sarekat Islam (SI), Hadji Oemar Said (H.O.S) Cokroaminoto. Soekarno menamai rumah itu sebagai sebuah universitas politik.


H.O.S Cokroaminoto lahir dari keluarga priyayi atau bangsawan Jawa. Ayahnya Raden Mas Tjokroamiseno, seorang Pangreh Praja dengan pangkat Wedana dan kakeknya Raden Mas Adipati Cokronegoro pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Sebagai keluarga bangsawan, H.O.S Cokroaminoto menempuh pendidikan khusus di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) atau Sekolah Pendidikan Pribumi untuk Pegawai Negeri Sipil. Setelah lulus pendidikan, dirinya bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi dan memberikannya kesempatan untuk memperoleh jabatan serta hidup mewah sebagai pejabat pemerintah kolonial Belanda.


Justru sebaliknya, H.O.S Cokroaminoto memutuskan berhenti menjadi pegawai negeri kolonial dan melakukan “bunuh diri kelas”, dengan menanggalkan status kebangsawanannya dan mengidentifikasikan diri menjadi bagian dari rakyat kecil yang tertindas. Di masa mudanya, ia menempa dirinya untuk memahami kehidupan rakyat. H.O.S Cokroaminoto sempat bekerja sebagai kuli pelabuhan di Semarang, lalu kemudian memutuskan pindah ke Surabaya tahun 1907. Latar Surabaya sebagai kota industri dengan kehidupan yang kosmopolitan memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya kesadaran politik H.O.S Cokroaminoto dengan mulai terlibat dalam perkumpulan atau organisasi pribumi.


Di Surabaya, H.O.S Cokroaminoto bergabung di klub pribumi Panti Harsojo yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Tahun 1908, H.O.S Cokroaminoto bergabung di organisasi Budi Utomo Cabang Surabaya. Sebagai salah satu golongan muda di Budi Utomo, dirinya mendorong organisasi agar memiliki tujuan untuk memajukan kepentingan pribumi di Surabaya. Hanya saja, kiprah H.O.S Cokroaminoto di Budi Utomo tidak berlangsung lama karena terhalang oleh sikap konservatif kelompok priyayi tradisional di dalam tubuh organisasi.


Ide-ide kritis H.O.S Cokroaminoto untuk memajukan kaum pribumi akhirnya bisa terealisasi ketika memutuskan bergabung di organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1912. Pengalamannya sebagai organisatoris dan aktivis pergerakan di Surabaya menjadi alasan SDI Surakarta mengirim perwakilannya ke Surabaya untuk berdiskusi dengan H.O.S Cokroaminoto dalam mengembangkan SDI. Untuk mendapat jangkauan lebih luas dan organisasi memiliki visi nasional, SDI kemudian berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI). Disinilah langkah pertama H.O.S Cokroaminoto untuk membangun SI sebagai organisasi yang tidak hanya fokus pada bidang ekonomi, tetapi juga aktif dalam perjuangan politik. Pada masa-masa ini, H.O.S Cokroaminoto mulai menyampaikan pemikiran-pemikiran kritisnya melalui tulisan di berbagai surat kabar, diantaranya Oetoesan Hindia dan Fadjar Asia yang merupakan media propaganda milik SI. Hingga akhir hayatnya, H.O.S Cokroaminoto menjadi sosok penting dalam membesarkan SI sebagai organisasi pergerakan nasional yang memiliki kontribusi dalam mencapai kemerdekan Indonesia.


Sosialisme Islam


Ketika SI melakukan restrukturisasi kelembagaan di tahun 1923, dengan berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). H.O.S Cokroaminoto mengusung Sosialisme Islam sebagai ideologi perjuangan PSI dalam melawan bentuk-bentuk Kapitalisme yang melebur dalam praktik kolonialisme Belanda. Gagasan Sosialisme Islam juga merupakan antitesa dari ideologi Komunisme yang diusung oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1924, H.O.S Cokroaminoto menerbitkan karyanya yang berjudul “Islam dan Sosialisme”. Karya tersebut lahir dari proses perenungan intelektual dan pengalaman politiknya sebagai aktivis pergerakan, serta pembacaannya terhadap perkembangan situasi ekonomi politik kolonialisme Belanda.


Menurut H.O.S Cokroaminoto, Sosialisme Islam berbeda dengan Sosialisme Barat atau Sosialisme ala Karl Marx dan Friedrich Engels. Sosialisme Islam berorientasi pada keselamatan dunia dan akhirat. Materialisme dalam Sosialisme Islam bukanlah tujuan, melainkan alat untuk menuju Tuhan. Sebaliknya, Sosialisme Barat justru menganggap benda sebagai Tuhan atau titik fokusnya pada kepentingan ekonomi. Selain itu, Sosialisme Barat memotret realitas sebagai materi dan menolak keberadaan di luar realitas, seperti Tuhan, malaikat, ruh, dan alam gaib. H.O.S Cokroaminoto juga berpendapat bahwa di dalam Sosialisme terdapat tiga anasir, yaitu kemerdekaan (liberty), persamaan (equality), dan persaudaraan (fraternity). Ketiga anasir tersebut telah terkandung di dalam ajaran Islam dan telah dipraktikan Nabi Muhammad S.A.W dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.


Dasar Sosialisme Islam H.O.S Cokroaminoto adalah kaanan nasu ummatan wahidatan. Memiliki arti umat manusia itu bersaudara dan Bersatu. Kalau umat manusia dianggap sebagai satu persatuan, maka semua manusia wajib berusaha mencapai keselamatan.  Kemudian Al-Qur’an juga memerintahkan kepada manusia untuk menciptakan perdamaian di antara sesama manusia. Lalu dalam Al-Qur’an disebutkan, Allah S.W.T menjadikan manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, serta memisahkan kita menjadi golongan, suku, dan bangsa yang berbeda, agar supaya kita mengenal satu sama lain. Nabi Muhammad S.A.W juga bersabda bahwa “Allah S.W.T menghilangkan kecongkakan dan kesombongan di atas asal turunan yang tinggi. Seorang Arab tidak lebih tinggi dan mulia dari seorang asing, melainkan takut dan taatnya kepada Allah S.W.T”.


H.O.S Cokroaminoto menggali dasar Sosialisme Islam dari nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dua prinsip utama Sosialisme Islam, yaitu kedermawanan dan persaudaraan. Kedermawanan dalam Islam mempunyai dasar sosialistik. Pertama, manusia mampu menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadinya demi mendapatkan ridha Allah S.W.T. Kedua memberikan zakat dalam rukun Islam sebagai dasar bagi distribusi dan pemerataan kekayaan bagi seluruh masyarakat. Ajaran Islam melarang penumpukan harta pribadi dan tidak peduli sama sekali dengan masyarakat yang sedang kelaparan. Ketiga, kemiskinan di dunia bukanlah hinaan, karena kemiskinan lebih baik dari kejahatan. Dalam konteks persaudaraan, H.O.S Cokroaminoto menekankan bahwa Islam adalah agama yang demokratis dan persaudaraan dibangun bukan berdasar pada suku, ras, status sosial, tetapi berdasar pada ketakwaan terhadap Allah S.W.T.


Dalam kehidupan bernegara, Sosialisme Islam harus mengedepankan aspek musyawarah, bukan sistem perwakilan. Jika membuat sebuah peraturan harus berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadis. Apabila ada sebuah peraturan yang ambigu atau belum ada, maka harus dibuat musyawarah dengan menggunakan referendum (menanyakan kepada semua masyarakat), yang tidak berpihak pada satu golongan saja. Untuk menjalankan peraturan, maka pemerintah menyerahkan kepada orang-orang yang dianggap mampu memberi kebijaksanaan. Kemudian ketika Sosialisme Islam berlaku di negara, maka salah satu tugas dari negara adalah penguasaan terhadap tanah sehingga tidak dikenal kepemilikan pribadi. Dari hal tersebut, tanah dimiliki negara dan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan rakyat.


Pemikiran Sosialisme Islam H.O.S Cokroaminoto bersandar pada ajaran-ajaran Islam yang memiliki prinsip kemanusiaan dan keadilan bagi umat manusia. Sosialisme Islam merupakan suatu sistem sosial-budaya, militer, ekonomi dan politik yang tidak hanya berupa konsep namun harus dipraktikan oleh umat Islam. Bahkan pada tingkatan tertentu berupa kewajiban untuk menjalankan praktik- praktik tersebut. Sosialisme Islam menentang sistem Kapitalisme yang mengeksploitasi dan menindas manusia. Sosialisme Islam adalah Islam itu sendiri, yang mengantarkan manusia mencapai tujuan tertinggi, yaitu pengabdian kepada Allah S.W.T.


Sosialisme Islam dan Teologi Pembebasan


Pemikiran Sosialisme Islam H.O.S Cokroaminoto tidak terlepas dari sistem kolonialisme Belanda yang menyebabkan rakyat merasakan penderitaan dan ketidakadilan di tanah airnya sendiri. Melalui Sosialisme Islam, H.O.S Cokroaminoto menjadikan PSI sebagai organisasi politik yang tegas berjuang melawan kolonialisme Belanda demi tercapainya jalan menuju cita-cita negara yang merdeka. H.O.S Cokroaminoto menyadari betul jika ingin mencapai kemerdekaan, maka hal pertama yang dilakukan adalah umat Islam di seluruh Indonesia harus memiliki persatuan.


Kongres al-Islam yang digagas oleh PSI tahun 1922 merupakan wadah pergerakan bagi organisasi-organisasi Islam untuk menjawab persoalan-persoalan rakyat khususnya umat Islam di Indonesia dan dunia. Pada kongres al-Islam yang kedua tahun 1924 di Garut, H.O.S Cokroaminoto menyerukan Sosialisme Islam kepada seluruh umat Islam sebagai landasan ideologis menuju cita-cita Indonesia merdeka. Sosialisme Islam adalah jawaban dari upaya membebaskan rakyat dari belenggu sistem kolonialisme Belanda dengan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang memiliki identitas ke-Islaman.


Sosialisme Islam yang dirumuskan dan diperjuangkan oleh H.O.S Cokroaminoto merupakan refleksi teologis dan transformasi keberislaman pada masa tersebut. Islam tidak hanya sekedar agama yang fokus pada formalitas ibadah ritual, tetapi agama semestinya menjadi solusi terhadap segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Agama haruslah mengambil peran penting dalam membela kelompok atau golongan yang terjajah oleh tirani kekuasaan.


Dalam konteks pemikiran Islam kontemporer, Asghar Ali Engineer melalui bukunya Islam and Liberation Theology: Essays on Liberative Elements in Islam (1990) menjelaskan, teologi adalah refleksi atas kondisi sosial yang ada dan dikonstruksi secara sosial. Pandangan teologi tidak bersifat netral. teologi mempunyai keberpihakan, apakah kepada status quo atau kepada perubahan.


Dengan kata lain, teologi dapat menjadi instrumen pembebas manusia dan Islam sebagai agama dalam pengertian teknis menjadi pendorong revolusi sosial terhadap struktur yang menindas. Teologi pembebasan yang dipelopori oleh Engineer menekankan pentingnya teologi sebagai paradigma kepada kaum lemah dan tertindas untuk berjuang mengubah nasib mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya . Disinilah kritik Engineer terhadap teologi klasik Islam yang hanya berkutat pada wilayah metafisik dan peribadatan, tetapi mengabaikan persoalan keadilan sosial.


Jika dikaitkan dengan pemikiran teologi pembebasan Islam Engineer, maka H.O.S Cokroaminoto lebih jauh ke belakang telah menjadikan Islam sebagai agama yang memperjuangkan umatnya terbebas dari belenggu penindasan sistem kolonialisme Belanda. Tujuan dasar dari teologi pembebasan menurut Engineer, adalah persaudaraan yang uni- versal (universal brotherhood), kesetaraan (equality) dan keadilan sosial (social justice). Pemikiran Sosialisme Islam H.O.S Cokroaminoto, juga menjelaskan tentang cita-cita persaudaraan, keadilan dan kemerdekaan yang telah ada dalam ajaran Islam.


Teologi pembebasan Islam dan Sosialisme Islam inspirasinya berasal dari sumber yang sama, yaitu dari Al-Qur’an, Hadis dan sejarah para Rasul dan Nabi Allah S.W.T. Pemikiran Karl Marx juga mempengaruhi pemikiran Engineer dan H.O.S Cokroaminoto. Engineer menafsirkan tauhid bukan hanya sebagai keesaan Tuhan, tetapi juga sebagai kesatuan manusia yang tidak akan terwujud tanpa terciptanya masyarakat tanpa kelas. Engineer juga mencoba menjelaskan sejarah perkembangan Islam dari segi pertumbuhan sosial ekonomi dengan menggunakan analisis materialisme historis. Sedangkan H.O.S Cokroaminoto mengkritik prinsip materialisme Marx yang memungkiri adanya Tuhan dan menganggap agama sebagai candu. Sosialisme Islam tidak hanya berbasis pada materialisme itu sendiri, tetapi tujuan akhirnya adalah keseimbangan dunia dan akhirat.


Kemudian menurut Engineer, teologi pembebasan tidak hanya berhenti pada tataran teoritis. Teologi pembebasan menekankan pada aspek praksis, yaitu kombinasi antara refleksi dan aksi, iman dan amal.  Begitu pun dengan pemikiran Sosialisme Islam H.O.S Cokroaminoto, tidak hanya berhenti pada tataran teoritis. Pemikiran tersebut lahir dari refleksi keadaan sosial yang kemudian menjadi landasan ideologis organisasi PSI dalam perjuangan menuju cita-cita besar Indonesia merdeka. Tidak bisa dipungkiri, Sosialisme Islam mempunyai pijakan historis dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.


Teologi pembebasan merupakan istilah baru dalam tradisi intelektualisme Islam yang muncul di akhir abad ke-20. Namun secara esensial, Sosialisme Islam H.O.S Cokroaminoto juga menawarkan sebuah pemikiran yang memiliki persamaan secara prinsipil dengan latar belakang dan tujuan dari teologi pembebasan Islam yang dipopulerkan oleh Engineer. Perlu digarisbawahi, pemikiran Sosialisme Islam H.O.S Cokroaminoto tidak hanya lahir karena situasi penindasan sistem kolonialisme Belanda. Sosialisme Islam juga lahir dari dinamika aliran ideologi pergerakan dan dinamika keislaman antara kelompok tradisionalis dan modernis di Indonesia ketika itu. Singkatnya, Sosialisme Islam adalah teologi pembebasan versi H.O.S Cokroaminoto.


Sumber bacaan:

  • Achdian, Andi. “Sarekat Islam sebagai kelanjutan Boedi Oetomo: H.O.S Cokroaminoto dan Awal Kebangkitan Nasional di Kota Surabaya, 1908-1912.” Jurnal Sejarah. Vol. 1, No. 1 (2017): 30-51.
  • Engineer, Asghar Ali. 1999. Islam dan Teologi Pembebasan, Terj. Agung Prihantoro,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Korver, A.P.E. 1985. Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil? Jakarta: Grafiti Press
  • Mulawarman, Aji Dedi. Jang Oetama: Jejak dan Perjuangan H.O.S Tjokroaminoto. Yogyakarta: Galang Pustaka.
  • Nasihin. 2012. Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Tjokroaminoto, H.O.S. 2010. Islam dan Sosialisme. Bandung: Sega Arsy.

 

Penulis: Ferdhiyadi N. Mahasiswa Program Doktoral Dirasah Islamiyah, Sejarah Peradaban Islam, UIN Alauddin Makassar. Pengajar Sejarah dan aktif di Perkumpulan JURnaL Celebes.