Warga Lae-Lae bersama Koalisi Lawan Reklamasi (KAWAL) Pesisir Makassar melakukan aksi penolakan rencana reklamasi pesisir barat Pulau Lae-Lae, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. Selain itu, massa aksi mendatangi Kantor Gubernur Sulsel guna menuntut pencabutan kebijakan yang mengakomodir kegatan reklamasi. Rabu (17/5/2023). Foto/Nurul Fadli Gaffar/KAWAL Pesisir.

Makassardaily.- Pukul 09.37 Wita, Ratusan warga Pulau Lae-Lae melakukan aksi di depan Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dengan membawa sejumlah tuntutan yang mereka disodorkan ke Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, salah satunya penolakan warga terkait rencana reklamasi oleh PT Yasmin Bumi Asri dan pemerintah provinsi


Tak hanya warga, perwakilan organisasi mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam  Koalisi Lawan Reklamasi (KAWAL) Pesisir Makassar ikut mengawal dan mendampingi warga lae-lae yang sedang melayangkan protes atas kebijakan pemerintah provinsi yang tidak partisipatif dan terbuka dalam proses perencanaan pembangunan untuk pengembangan pariwisata bahari di sebelah barat pasir putih Pulau Lae-Lae. 


Kedatangan warga lae-lae di Kantor DPRD guna mendesak wakil rakyat untuk segera memfasilitasi dan menyuarakan permasalah yang sedang dihadapi oleh warga. Di depan pintu gerban, salah satu Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulsel, Syaharuddin Alrif menemui massa aksi dan disambut baik oleh peserta aksi, Rabu (17/5/2023).


Saat berdialog, perwakilan warga lae-lae,  Andra Daeng Bau menyampaikan tuntutannya di depan Anggota DPRD, “Kami meminta kepada pak dewan untuk membantu kami, kami tidak mau ada kegiatan reklamasi di Pulau Lae-Lae”, ujarnya


Syaharuddin Alrif menyampaikan bahwa kajian mengenai dokumen AMDAL reklamasi pesisir masih berjalan dan belum final."Setelah kami melihat, mendengar dan mempelajari, kami di DPRD meminta kepada pemerintah agar tak ada penggusuran warga Pulau Lae-lae. Proses reklamasinya belum berjalan karena proses Amdal masih berjalan. Artinya prosesnya (reklamasi) tidak berjalan," kata Syaharuddin Alrif di depan massa aksi, yang dikutip dari media detiksulsel.   


Usai berdemonstrasi di kantor wakil rakyat, massa aksi mendatangi Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. 


Di depan Kantor Gubernur, secara berganti massa aksi melakukan orasi, salah seorang pendamping warga, Muhammad Taufiq Parende menyebutkan kedatangan kami disini untuk meminta kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dalam hal ini Gubernur Sulsel untuk segera mencabut peraturan yang melegalisasi kegiatan reklamasi di Pulau Lae-Lae seperti Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pembangunan Kawasan Destinasi Wisata Bahari di Pulau Lae-Lae, Kota Makassar


Jika produk hukum ini tidak dicabut, maka akan berpotensi melahirkan konflik sosial berkepanjangan antara warga dan perusahaan maupun antara warga dan pemerintah sendiri, jelasnya.  


Sebagai bahan pertimbangan, seharusnya pemerintah provinsi harus belajar dari pengalaman kegiatan reklamasi CPI sebelumnya, yang tidak menghormati hak-hak nelayan tradisional dan merusak ekosistem laut. “Merusak ekosistem laut, sama halnya kita merusak sumber kehidupan nelayan”, tambahnya. 


Dalam pantauan makassardaily di lapangan, beberapa orang massa aksi membentang spanduk yang bertuliskan “Laut  untuk nelayan bukan untuk  CPI” spanduk protes yang lain juga menyatakan. “Jangan rusak sumber penghidupan kami, reklamasi : merusak”, “Warga Lae-Lae Tolak Reklamasi”, begitulah bunyi beberapa tulisan spanduk protes massa aksi.  


Warga Pulau Lae-Lae, Andra Daeng Bau (baju putih) sedang menyampaikan penolakan rencana reklamasi di Depan Kantor Gubernur Sulsel. Foto/Nurul Fadli Gaffar/KAWAL Pesisir.

Sebelumnya,  warga lae-lae sudah beberapa kali melakukan aksi penghadangan pekerja dari pihak PT Yasmin Bumi Asri yang sedang melakukan survei dan pengambilan titik koordinat lokasi rencana reklamasi di sebelah barat pulau. “Aksi protes yang kami lakukan sebagai bentuk penolakan warga terhadap rencana pemerintah provinsi dan perusahaan yang ingin mereklamasi pulau kami”, ujar Andra Daeng Bau saat ditemui di lapangan. 


Ia juga meminta kepada pemerintah provinsi, agar membatalkan niatnya untuk mereklamasi laut di sebelah barat Pulau Lae-Lae. “Kami tidak butuh reklamasi,yang kami butuhkan sekarang pemecah ombak. Kami juga berharap, agar pemerintah membatalkan rencana kegiatan reklamasi di Pulau Lae-Lae,” tutupnya. 


Penulis : Andi Ruhul Wahyuni dan Nauroh Nazifah (Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNM). Saat ini, keduanya sedang magang di Kantor Perkumpulan Jurnalis Advokasi Lingkungan (JURnaL) Celebes
Editor : Muhaimin Arsenio