BARA-BARAYA MELAMPAUI PERADABAN : DARI KEKUATAN MORAL BERUBAH MENJADI KEKUATAN RAKYAT



oleh: Andi Alan Nuari


(Dok. Pribadi)
Bara-Baraya merupakan antero peradaban Kota Makassar. Bara-Baraya di tengah-tengah sirkuit kapital Kota Makassar berada diantara ruas jalan raya Jl. A. P. Pettarani, Jl. Sungai Saddang Baru, dan Jl. Veteran Selatan.


Bara-Baraya sangatlah strategis secara geografis karena begitu mudah untuk mengakses infrastruktur Kota Makassar.


Sekalipun Bara-Baraya menjadi salah satu identitas yang termarjinalkan —korban dari pemiskinan struktural dan korban dari konflik horizontal berbasis kepentingan modal— yang sejauh ini mampu mempertahankan corak keberagaman sosio-kultural multi etnisnya.


Sebab Bara-Baraya secara struktur genealogi terdiri dari berbagai macam suku dan juga etnis. 


"Sekalipun Bara-Baraya secara geografis sangatlah strategis akan tetapi begitu sulit mengakses yang namanya keadilan. Keadilan sebagai warga yang bermukim di atas tanahnya sendiri secara sah."


Peradaban melekat pada akal budi manusia, kebudayaan suatu bangsa, dan perkembangan zaman. Peradaban sangat identik dengan kemajuan cara berpikir manusia, kebudayaan khas yang membedakan antara suatu bangsa dengan bangsa lainnya, dan perkembangan zaman dengan munculnya penemuan-penemuan termutakhirkan.


Peradaban seringkali ditandai dengan adanya penemuan teknologi, bahasa, dan komunikasi yang membangun pola interaksi tertentu pada diri manusia. Peradaban selalu dimulai dengan perubahan sosial. Perubahan sosial selalu menciptakan peradaban baru yang sebelumnya telah menghancurkan peradaban lama. Perubahan sosial bisa terjadi dalam urung waktu yang sangat lama (evolusi) dan dalam urung waktu yang sangat cepat (revolusi), tergantung dari tingkat kesadaran manusianya. 


"Selain perdamaian, peperangan selalu menawarkan peradaban. Perang melawan penggusuran artinya membangun peradaban."


Pada intinya Bara-Baraya menolak tergusur atas dorongan akal budi manusia, yakni kemampuan untuk membedakan antara mana yang benar dan mana yang salah. Pada intinya Bara-Baraya menolak tergusur dengan mempertahankan kebudayaan suatu bangsa, yakni semangat gotong royong yang berarti berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing, mafia tanah sama dipukul dan sama dibanting.


Pada intinya Bara-Baraya menolak tergusur dikehendaki oleh perkembangan zaman, yakni kemampuan manusia menggunakan teknologi dengan seni keterampilan kontemporer yang artinya menolak tergusur menggunakan busur, busur kata-kata sebab kata-kata adalah senjata menurut Subcomandante Marcos. Cara berpikir manusia Bara-Baraya sangatlah maju melampaui peradaban karena dengan segala keterbatasannya Bara-Baraya telah menjadi simbol perlawanan terhadap penggusuran, dari menolak tergusur menjadi melawan penggusuran. 


Gotong royong yang melekat sebagai budaya kebangsaan kini berubah wajah menjadi Bara-Baraya karena banyaknya yang bersimpati dan berpartisipasi —dari simpatisan hingga partisipan— yang sama-sama melawan penggusuran. Perhatian setiap orang dilihat dari aspek perkembangan zaman dengan munculnya penemuan-penemuan termutakhirkan —transformasi ilmu pengetahuan— mampu menelisik lebih dalam terkait dengan ancaman penggusuran terhadap Bara-Baraya, semua orang kini mengetahui di balik konsep marjinalitas terdapat modus pembangunan sirkuit kapital dan sirkulasi kapital yang artinya secara tidak sadar dibalik modus pembangunan melahirkan sistem marginalisasi, saat ini Bara-Baraya dari segi sosio-kultural kini bisa dikaji dari segi ekonomi politik dan geografi politik.


Saat ini dengan adanya penemuan teknologi, bahasa, dan komunikasi yang membangun pola interaksi tertentu pada diri manusia sama sekali tidak menghilangkan identitas Bara-Baraya sebagai simbol perlawanan terhadap penggusuran.


Bara-Baraya membangun peradaban dengan simbol perlawanan terhadap penggusuran sebagai salah satu faktor pendukung perubahan sosial. Perubahan sosial Bara-Baraya dari menolak tergusur menjadi melawan penggusuran berhasil menciptakan peradaban baru yang sebelumnya telah menghancurkan peradaban lama. Sebentar lagi Bara-Baraya akan memasuki babak baru dari fase perubahan sosial dengan urung waktu yang sangat lama (evolusi) menjadi fase perubahan sosial dengan urung waktu yang sangat cepat (revolusi). Sebab saat ini Bara-Baraya telah berhasil melampaui peradaban dari kekuatan moral berubah menjadi kekuatan rakyat. 


"Akumulasi kemarahan akan berubah dari kualitas menjadi kuantitas, dari kekuatan moral menjadi kekuatan rakyat."