Makassardaily - Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK), Perselisihan tersebut telah terbit jadwal sidang pemeriksaan pendahuluan disertai panel hakimnya.


Panel Majelis Hakim terbagi tiga. Untuk wilayah NTB, ada dipanel 2, Prof. Dr. Saldi Isra, S.H sebagai Ketua Panel, Dr. Ridwan Mansyur, S.H., M.H dan Dr. H. Asrul Sani, S.H., M.Si., Pr.M, masing-masing sebagai anggota. 


Pada berita yang dimuat media lombok.tribunnews.com, tanggal 25/4/2024, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTB Muhammad Khuwailid justru menyampaikan berita bohong dengan mengatakan, 11 PHPU tersebut sebenarnya sudah selesai pada saat rapat pleno terbuka beberapa waktu lalu baik di tingkat kecamatan, kabupaten bahkan provinsi.


"Ini sesungguhnya sudah dilakukan penyandingan data pada saat rekapitulasi baik di tingkat PPK, di tingkat kabupaten bahkan provinsi, tapi kita tidak bisa meminta kepada para pihak untuk tidak menggugat," kata Khuwailid, Rabu (24/4/2024).


Rahmansyah Fikriadin, SH. Ketua Umum Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Pemerhati Hukum (IMPERIUM) Mengungkapkan, sangat disayangkan apa yang dinyatakan oleh anggota KPU Provinsi Nusa Tenggara Barat  tidak berdasar pada fakta dan realita yang terjadi dilapangan. Bahkan sebelum dilakukan rapat pleno tingkat kabupaten beberapa Caleg mengajukan surat keberatan atas D-Hasil kecamatan ke KPU kabupaten, tapi pada kenyataanya pihak KPU kabupaten tidak pernah ditanggapi , bahkan dalam forum rapat pleno tingkat kabupaten saksi dari salah satu partai politik melakukan protes atas C-Hasil yang banyak bekas penghapus cair (Tipe-X), tapi tidak pernah direspon bahkan dilakukan Vooting untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Sebagai penyelenggara pemilu yang berintegritas, mestinya menyampaikan dengan jujur tentang yang sebenarnya terjadi disemua tingkatan, bukannya menyebar berita bohong.Lanjut Rahmansyah.


Sebaliknya, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB, Umar Achmad Seth dalam berita yang sama mengatakan hal yang selaras dengan agenda MK per hari ini. Ia mengatakan seluruh sengketa tersebut juga sudah dilaporkan ke Bawaslu RI untuk dilakukan verifikasi.


"Apakah seluruh keterangan tertulis akan ada tambahan, mungkin juga akan meminta dokumen hasil pengawasan untuk dibawa ke Mahkamah Konstitusi," kata Umar.


Umar menjelaskan, bahwa sengketa PHPU tersebut hanya berkaitan dengan perolehan hasil baik diinternal partai, maupun antar partai peserta Pemilu. Ada juga PHPU yang dilakukan oleh Caleg DPD RI.


Nantinya, Bawaslu RI akan meminta kepada Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota untuk hadir dalam persidangan, sebab seluruh perselisihan tersebut terjadi di tingkat bawah.


Terhadap perselisihan hasil suara kata Umar, proses pemindahan suara tersebut sejatinya diketahui oleh KPU, pasalnya seluruh akses terhadap aplikasi yang digunakan dimiliki oleh KPU sementara Bawaslu tidak memiliki akses untuk mengawasi di aplikasi Sirekap tersebut.


"Kalau soal rekapitulasi yang paling tahu KPU, siapa melakukan apa, dimana dan kapan dan digeser dari mana ke mana dia tahu , karena mereka yang punya akun," kata Umar.


Umar juga mengungkapkan, banyak persoalan terjadi di lapangan pada saat rekapitulasi suara, termasuk ditemukannya salinan C hasil yang banyak bekas penghapus cair (tipe-X).


"Tanda pagar yang di C-hasil itu tidak boleh di tipe x itu angka orang, itu lahir saat publik menyaksikannya di TPS pada saat penghitungan," jelas Umar.


Penulis : M. Nor Ardiansyah